Homo Deus

20181221-195213-5c208691bde575407a2e8844Buku Homo Deus (Alvabet: 2018, versi terjemaham cetakan ke 3), karya Yuval Noah Harari – sejarahwan asal Yahudi lulusan Harvard yang kini menjadi dosen di Universitas Ibrani Yerusalem – merupakan kelanjutan dari bukuSapiensyang telah terbit sebelumnya. Buku ini melengkapi tesisnya tentang sejarah singkat umat manusia.

Jika sejarah umat manusia diretang sejak kemenangan Homo Sapiens menguasai puncak mata rantai makanan hingga saat ini, maka revolusi singkatnya kira-kira begini: Revolusi kognitif, Revolusi pertanian, Pemersatu umat manusia, dan Revolusi sains. Untuk mengetahui peta pembagian revolusi umat manusia, bisa ngintip pada ulasan buku Homo Sapiens di Rumah Baca.

Nah, Buku Homo Deus mengulas secara mendalam apa yang dia sebut sebagai Revolusi sains. Revolusi sains yang Harari maksudkan bukan merupakan ramalan atau prediksi masa depan umat manusia, tapi lebih kepada kecenderungan yang mungkin saja bakal terjadi apabila menata ulang rangkaian peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya.

Akar Homo Deus berasal dari dua kata yaitu Homo dan Deus. Homo berasal dari bahasa Latin yang berarti keuarga manusia. Sedangkan kata Deus adalah Tuhan, yang juga berasal dari bahasa Latin, dan punya korelasi dengan Dewa Zeus. Homo Deus memiliki makna bahwa pada ujung revolusi, manusia telah berubah menjadi tuhan. Tanda-tandanya sudah terlihat sejak umat manusia mengutak-atik karya agung Tuhan dengan rekayasa genetika.  Penelitian tentang DNA, cloning, operasi wajah, serum peremajaan kulit, implan jantung, mata buatan, hingga penelitian yang pada ujungnya akan membuat manusia tidak bisa mati alias immortal.

Gagasan tentang manusia-tuhan sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu, misalnya lahirnya sosok Fir’aun yang ingin menjadi tuhan dan tidak bisa mati, hingga sampai pada akhirnya dia harus mati sekalipun terdapat hasrat untuk mengawetkannya dengan metode balsam, agar umat manusia masih menganggapnya tetap hidup!

Dalam kontek alam pikir manusia, Homo Deus juga mengupas soal perkembangan pola pikir manusia yang pada awalnya hidup di alam animisme-dinamisme, yang  kemudian bergeser pada alam agama atau spiritualisme. Pada perkembangannya, terutama sejak muncul filsafat eksistensialisme, manusia mulai meragukan keberadaan Tuhan, dan menyodorkan alam pikir baru yang mereka sebut sebagai humanisme. Gerakan ini menjadi popular terutama sejak John Lennon menggubah lagu “Imagine.” Agama tak lagi dianut sebagai pedoman umat manusia, karena dianggap justru menjadi biang perpecahan dan perang agama, yang dulu dikenal dengan Perang Salib (crusade) dan perang jihad.

Animisme, dinamisme, agama, dan humanisme kini secara cepat sudah mulai tergeser oleh perkembangan baru di era digital, yaitu dataisme. Pada era masa kini dan era mendatang, kekuasaan atas manusia ditentukan seberapa besar orang atau lembaga menguasai data.

Kebanyakan orang mungkin lebih mengenal Bill Gates-bos Microsoft, atau Mark Zuckerberg-bos Facebook, daripada Larry Page, bos Google. Ketiganya pioner dataisme, mengelola data menjadi informasi, pengetahuan, dan kebijakan. Data berseliweran dan diolah dengan prinsip algoritma, atau pola sistemik yg sudah terprogram.

Data yang dimaksudkan di sini tak melulu berupa angka. Satelit NASA berkeliling bumi 14x sehari dan memotret citra bumi di malam hari. Hasilnya, beberapa wilayah terang benderang, beberapa wilayah redup. Citra satelit itu pada masa kini dapat dijadikan data tentang tingkat pertumbuhan ekonomi atau kemakmuran suatu bangsa. Tentu yang terang benderang adalah yang juara. Kini, pada era digital, data tak selamanya bersumber dari angka tapi bisa kata dan gambar atau foto.

Salah satu pelajaran penting dari buku Homo Deus, bagi umat manusia adalah soal apa yang harus dipersiapan oleh umat manusia di masa datang.

Hanya dalam hitungan kurang dari dasawarsa, manusia sudah harus cepat-cepat berfikir tentang profesi baru di masa depan. Secara umum, profesi itu terbagi 3: pertanian, industri, dan jasa. Komposisi profesi negara seperti Indonesia pada tahun 2018 untuk sektor pertanian 30%, industri 36%, dan sisanya jasa. Sedangkan di AS tahun 2010 hanya punya 2% pertanian, 20% industri, dan 78% jasa.

Celakanya, otot (pertanian dan industri) sudah direnggut otomatisasi mesin. Dan sektor jasa yang sebagian besar mengandalkan otak, pada beberapa bagian sudah diambìl alih oleh algoritma komputer. Lalu profesi apa yg tersisa untuk manusia?

Ulasan buku oleh Hartono, Pengasuh Rumah Baca

0 Responses to “Homo Deus”



  1. Leave a Comment

Leave a comment




Data pengunjung

  • 365,024 Kunjungan

Resensi yang lain

Index

my pictures at flickr

Goodreads