Surapati

Cover roman sejarah Surapati, karya Abdoel Moeis (Balai Pustaka: 2010)

Pada jaman masih SD dulu, ketika gadget belum merajalela seperti saat ini, hiburan paling mengasyikan adalah mendengarkan sandiwara radio. Sandiwara radio yang paling saya gemari adalah cerita berlatar sejarah, mulai dari Api di Bukit Menorah, Nogo Sosro Sabuk Inten, hingga Untung Surapati. Ketika mendengar cerita sandiwara radio lewat sensor audio, theatre of mind di kepala bekerja sangat kreatif. Imajinasi liar bermain di kepala. Tentang tokoh, peristiwa dan situasi yang terbangun.

Ketika membaca cerita berlatar sejerah lewat medium buku, kilatan ingatan sandiwara radio jaman dulu terpantik keluar. Roman sejarah berjudul “Surapati” karya Abdoel Moes (Balai Pustaka: 2010) mengingatkan cerita yang pernah terdengar lewat radio. Muncul nama-nama tokoh, seperti Untung, Suzane, Wirayuda, Ki Ebun, Wulu Kudur, Raden Gusik, Kapten Tack, dan Robert.

Ini adalah roman sejarah yang ditulis oleh Abdoel Moes dengan latar sejarah pada masa 1680 – 1700 an, ketika Belanda mulai menancapkan kuku-kuku kolonialismenya di Nusantara, di tengah-tengah situasi kerajaan-kerajaan Nusantara yang dilanda konflik kepentingan. Di sinilah Belanda yang berotak dagang memainkan situasi untuk mencari untung sebanyak-banyaknya dengan politik adu domba. Celakanya, para raja dan keluarga raja pribumi haus kekuasaan. Perebutan tahta selalu mendapat sokongan dari kompeni. Kompeni akan selalu mendukung selama hal itu mendatangkan keuntungan, dengan kontrak politik yang selalu merugikan kerajaan dan rakyat kebanyakan.

Roman ini sarat dengan pergulatan konflik pada tokoh-tokohnya, terutama pada tokoh utama yaitu Untung. Berawal  dari seorang budak asal Bali yang yang berada di Makasar, kemudian dibeli dan dibawa ke Jakarta. Di sana Untung dijadikan teman bermain Suzane anak Edeleer Moor. Celakanya, Untung yang berstatus budak menjalin kasih dengan Suzane hingga menikah dan hamil. Peristiwa ini menimbulkan murka Edeleer Moor, hingga keduanya dipisahkan.

Inilah awal konflik, yang membawa Untung pada pergolakan batin seorang budak yang ingin merdeka sekaligus berontak untuk tidak tunduk dihina dina bangsa Belanda. Bersama Ki Ebun dan Wirayuda, Untung melakukan gerilya pemberontakan hingga membawanya berjumpa dengan Raden Gusik yang revolusioner dan sangat anti Belanda. Untung dan Raden Gusik kemudian menikah dan di tengah gejolak perang batin keduanya. Untung masih memikirkan Suzane dan anak yang telah dikandungnya, sedangkan Raden Gusik memilih pisah dari Pangeran Purbaya yang memilih menyerah kepada Belanda.

Latarbelakang Untung yang berasal dari Bali seolah dipakai untuk membangun semangat pemberontakan. Dalam tradisi Bali, hal ini disebut perang puputan. Perang hingga titik darah penghabisan. Secara kultur, Bali memang sulit ditaklukkan oleh bangsa colonial pada jaman dulu. Beda dengan Jawa yang mudah diadu domba dengan iming-iming kekuasaan yang tergadai.

Melalui roman Surapati,  Abdoel Moeis ingin menyampaikan pesan tentang jati diri bangsa yang seharusnya tidak tunduk pada bangsa asing. Untung, Ki Ebun, Wirayuda dan Raden Gusik adalah tokoh yang dihidupkan oleh Abdoel Moeis untuk mewakili suara pemberontakan dan merdeka dari pengaruh asing.

Roman Surapati ini melengkapi epik buku sejarah “Nusantara” karya Bernard H.M. Vlekke, yang mencoba menguak sejarah Nusantara era pra-kolonial hingga pra kemerdekaan. Pada edisi review buku berikutnya, kita coba bahas buku sejarah ini.

Review roman sejarah oleh Hartono, pengasuh Rumah Baca

0 Responses to “Surapati”



  1. Leave a Comment

Leave a comment




Data pengunjung

  • 365,024 Kunjungan

Resensi yang lain

Index

my pictures at flickr

Goodreads