WISATA

Berkeliling Dunia Meraup Dollar, Mau?

Kamis, 28 Oktober 2010 | 18:31 WIB

KOMPAS/ELOK DYAH MESSWATI JAKARTA, KOMPAS.com

Bagi pencinta travelling, biasanya jika kita berkeliling dunia maka sudah dapat dipastikan tabungan atau uang kita akan terkuras. Namun, ada cara lain menikmati indahnya dunia dan sekaligus meraup dollar AS, yakni dengan bekerja di kapal pesiar.

Suka duka kehidupan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berprofesi sebagai waiter atau pelayan di atas kapal pesiar inilah yang diangkat menjadi sebuah buku oleh pelaku langsung, tiga orang mantan TKI yang mengaku bekerja sebagai “jongos” di kapal pesiar, yaitu Hartono Rakiman, Haris Junaeri, dan Agung Suryawan, dalam buku mereka yang berjudul Mabuk Dolar di Kapal Pesiar. Buku ini diluncurkan di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Minggu pekan lalu.

Buku yang diterbitkan secara indie oleh Hartono Rakiman dkk di bawah bendera Komunitas Rumah Baca ini mencoba mengupas sisi unik dan inspiratif dari persoalan yang selama ini belum pernah diungkap melalui buku atau ulasan di media, yaitu persoalan TKI di atas kapal pesiar.

Indonesia adalah negeri bahari, yang semestinya memiliki pelaut-pelaut tangguh yang sanggup menaklukkan samudra, seperti kisah-kisah pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, atau kisah pelaut Bugis dengan perahu Phinisi-nya. Namun, ke mana perginya kisah anak cucu para pelaut itu? Yang tersisa kini hanyalah ribuan TKI yang tidak lagi sebagai pelaut ulung, tetapi mengadu nasib sebagai pekerja di atas kapal pesiar.

Buku ini juga menawarkan alternatif lain ketika akhir-akhir ini dunia buku diramaikan oleh kisah-kisah perjalanan petualangan keliling dunia dengan anggaran terbatas (backpacking), buku ini justru menawarkan petualangan keliling dunia gratis, bahkan mendapat bayaran dollar AS.

Genre buku kecil ini bisa dikelompokkan ke dalam buku memoar, kisah petualangan, atau perjalanan wisata. Akan tetapi, lebih jauh daripada itu, buku ini sebenarnya juga mengulik persoalan etos kerja, perenungan para penulisnya dalam pencapaian jati diri anak bangsa di tengah percaturan dunia. Di sana banyak pula ditemukan kisah-kisah yang mengharukan, sekaligus menginspirasi pembaca tentang bagaimana nasib TKI di atas kapal pesiar.

Buku ini terbagi menjadi empat bagian. Pertama, adalah cerita pengalaman para penulis yang berkelana keliling dunia. Ini menjadi bonus paling indah karena berisi catatan kenangan tempat-tempat eksotik yang sempat dikunjungi penulis selama keliling dunia. Kunjungan wisata itu sekaligus menjadi media studi banding terhadap negara-negara yang dikunjungi. Bagian kedua, bercerita tentang hotel terapung dan bertutur tentang kapal pesiar itu sendiri. Bagian ketiga, mengupas suka duka sebagai seorang waiter dengan segala persoalan yang harus dihadapi setiap hari. Bagian keempat, memotret sisi sisi unik dari penghuni kapal pesiar dari segala sudut. Ini menjadi tulisan menarik karena mengupas soal perilaku dan hubungan antarmanusia yang karakternya berbeda-beda.

Sebagai salah satu buku yang mengupas dunia pariwisata dan perhotelan, di dalam buku ini memang banyak ditemukan istilah-istilah asing atau istilah yang kurang akrab di telinga pembaca awam. Namun, pada lembar lampiran telah disediakan daftar istilah (glossary) yang akan membantu pembaca awam untuk dapat memahami istilah-istilah asing tersebut.

Penulis: Elok Dyah Messwati | Editor: I Made Asdhiana Dibaca : 3608

Link: http://travel.kompas.com/read/2010/10/28/18311095/Berkeliling.Dunia.Meraup.Dollar..Mau

1 Response to “Rumah Baca – KOMPAS (1)”


  1. 1 antonie Tuesday, November 2, 2010 at 5:29 am

    ikut senang membaca buku langka,mabuk Dollar di kapal Pesiar.
    sangat menarik isi bukunya,kisah para pejuang menundukkan dunia,tidak hanya sekedar kacung kapal,tetapi mereka juga dibekali ilmu navigasi oleh Pelaut kelas Dunia dari Eropa ( Belanda),yang sudah terbukti menaklukkan samudera luas,sejal sebelum di temukannya ilmu ilmu pelayaran modern ( GPS , Stabilisator , Layar Tinggi ,Mesin Diesel,dll).

    Bangsa Indonesia, pantas diperhitungkan , hanya tentu karena perbedaan RAS , dan warna kulit, yang menjadikan bangsa kita di papan dua, pengakuan yang belum final,sehingga belum ada bangsa Indonesia yang menjadi kapten kapal.
    tetapi,kapten atau Nahkoda tentu tidak sendirian dalam bekerja, mereka juga sangat di bantu oleh kelasi kelasi asal Bugis dan madura,yang tidak pernah tidur mengawal kemana kapal berlayar.

    salam dari laut

    Antonie


Leave a comment




Data pengunjung

  • 365,023 Kunjungan

Resensi yang lain

Index

my pictures at flickr

Goodreads