damar.jpgSebelumnya saya mau mengaku salah, setelah selesai kuliah Sastra Indonesia (beberapa tahun yang lalu – biar gak kelihatan tua..he..he..), buku karya penulis Indonesia tidak pernah saya sentuh lagi……seperti jenuh. Lebih senang nonton daripada baca. Kalau perlu baca, baca majalah saja yang tulisannya sedikit dan gambarnya banyak.

Baru-baru ini saja saya tergerak untuk membuka 1 buah buku koleksi suami, dengan alas an untuk mengusir waktu di bis perjalanan pulang pergi ke kantor….daripada tidur terus. Ternyata, sekarang mata saya tidak bisa lepas dari satu buku ke buku yang lain. Terutama karangan penulis Indonesia….benar-benar patut diacungi jempol…saya belum mencoba yang tulisan popular.

Sekarang masih suka baca cerita berlatar belakang budaya Jawa, baik yang pewayangan maupun yang berlatar belakang sejarah. Sejarah yang tadinya saya anggap hanya sebagai 1 buah mata pelajaran di SMP dan SMA, ternyata menyimpan cerita-cerita yang menarik.

Salut saya pada Tasaro dan Langit dan mungkin masih banyak penulis Indonesia lain yang berusaha menggali sejarah bangsa Indonesia dan menuangkan dalam cerita yang menarik. 

Buat Hartono, terima kasih buat “Pondok Baca” nya yang mudah-mudahan bisa menjadi salah satu wadah untuk membuat kita tambah kaya. Cuma saya gak setuju sama “Kill TV” nya. Soalnya selain imajinasi yang dimanjakan, mata dan telinga kan juga harus dimanjakan.

2 Responses to “Damar Suryaningsih”


  1. 1 Jusuf Agung Wednesday, August 15, 2007 at 5:03 am

    Terima kasih atas undangannya ke web ini. Salut juga sih, orang Sastra Indonesia bisa ngurus bidan. hehehe.

    Novel kita bagus-bagus sih. Saya punya seri lengkap Gajah Mada karya Langit Kresna Hariadi. Tapi novel yang akurat seperti itu sekarang jarang-jarang ada. Kalau dulu sih banyak. Novel-novelnya Suparto Brata itu akurat banget datanya, demikian juga dengan Pram (kalau ini sih pakarnya). Pram itu mengungkap sejarah dari sisi lain yang tidak resmi seperti dari Babad Tuban yang menceritakan kebohongan besar Fatahillah atas serangannya ke Sunda Kelapa, dan pertempuran laut sesungguhnya di Tuban melawan Portugis yang tidak diekspos dalam sejarah formal yang kita dapat dari Demak (“Arus Balik”), atau versi lain Ken Arok yang justru mengungkap bahwa Ken Arok bukan maling seperti yang ada pada sejarah utama versi Kediri (“Arok Dedes”). Suparto Brata sendiri bisa mengungkap detail prostitusi di Surabaya tahun 60-an dalam “Trinil”, dan cikal bakal perbudakan seks di Dolly.

    Sayangnya pengarang novel yang mampu melakukan riset detail masih sedikit. Ibu sih, sebenarnya bisa berkontribusi membuat novel sendiri dengan mengambil ide kehidupan Bidan. Kalau ada novel seperti itu bagus juga karena cerita profesi Bidan menarik juga. Kita belum ada lo Bu, novel seperti itu. Nanti kalau sudah jadi novelnya pasti akan saya baca.

  2. 2 suparto brata Tuesday, September 25, 2007 at 3:05 am

    Untuk Mas Jusuf Agung terima kasih telah membaca buku saya


Leave a comment




Data pengunjung

  • 365,021 Kunjungan

Resensi yang lain

Index

my pictures at flickr

Goodreads