David and Goliath

20190719_085122Tulisan Malcolm Gladwell selalu menghadirkan cara pandang yang baru dari sebuah peristiwa yang sering terjadi di sekitar kita, namun kita abai memperhatikannya. Tengoklah tulisan Malcolm Gladwell pada bukunya yang telah terbit sebelumnya, seperti Tipping Point, Blink, Outliers, dan What the Dog Saw, yang telah diulas di laman Rumah Baca ini.

Buku “David and Goliath” menjelaskan cara pandang bahwa dibalik kelemahan ada kekuatan. Sebaliknya, dibalik kekuatan terdapat kelemahannya. Kisah David and Goliath sudah berumur ribuan tahun, dan awet dalam ingatan manusia. Ini adalah kisah legendaris seorang bocah gembala kecil dan ringkih melawan raksasa Goliath. Duel David and Goliath yang tidak seimbang pada akhirnya dimenangkan oleh David. Goliath tumbang karena serangan kerikil batu yang dilempar oleh David dengan ketapel tepat mengenai dahi tengahnya.

Malcolm Gladwell membongkar ulang kisah itu dari kacamata science dan menemukan di mana letak keunggulan David dan kelemahan Goliath. Inilah temuannya:

David adalah penggembala kambing yang terbiasa dengan senjata pelontar batu. Dia pernah membunuh singa dengan alat ketapel itu. Pelontar batu perpengalaman, seperti David, dapat mencederai lawan yang berjarak hingga 180 meter. Duel David dan Goliath diperkirakan berjarak 35 meter, dengan kecepatan 34 meter perdetik. Kecepatan itu setara dengan tembakan pistol modern berukuran sedang.  Jenis batu yang digunakan berjenis Barium Sulfat yang memiliki kerapatan massa 4,2 gram/cc (lebih tinggi dari batu biasa dengan kerapatan massa 2,4 gram/cc). Itulah kekuatan David. Lalu, dimana letak kelembahan Goliath sang raksasa? Goliath adalah tantara perang bangsa Filistin yang mengenakan zirah berbahan ratusan keping perunggu yang menyelimuti tubuhnya. Hal itu membuat gerakan tubuhnya menjadi lamban. Di balik tubuhnya yang raksasa, penelitian menemukan bahwa Goliath menghidap akromegali-penyakit akibat tumor jinak di kelenjar pituitary. Tumor ini menyebabkan produksi berlebihan hormon pertumbuhan. Efek sampingnya adalah pada masalah pengelihatan yang terbatas dan diplopia, atau penglihatan ganda. Itulah sebabnya, dalam kisah diceritakan Goliath didampingi bujang ketika turun ke lambah Elah menemui David. Si bujang adalah penuntunya, karena dunia yang dipandangnya tidak jelas. Dan Goliath tidak menyadari bahwa David mengubah cara pertempuran sampai David berada dalam jarak dekat, hingga kerikil batu itu memecah tengkorak kepalanya.

Kisah David and Goliath adalah hipotesa pertama yang ditawarkan Malcolm Gladwell bahwa siapapun yang memiliki kelemahan janganlah berkecil hati, karena sang lawan yang tampak raksasa dan menakutkan sejatinya mudah untuk dikalahkan.

Buku “David and Goliath” ini mengupas sepuluh bukti otentik tentang kekuatan di balik kelemahan. Tengoklah kisah Vivek Ranadive sang pelatih bola basket yang memiliki tim bertubuh pendek namun berhasil memenangi kejuaran nasional Amerika; Teresa DeBrito, tentang anggapan kelas kecil lebih baik daripada kelas besar, dan ternyata tak terbukti; Caroline Sack, tentang kuliah di universitas besar yang membuatnya terlihat bodoh; David Bois, dan anak-anak disleksia yang justru berhasil dalam karir dan hidupnya; serta kisah-kisah lain yang inspiratif yang membuat kita tercengang.

Membaca kisah-kisah yang dituturkan oleh Malcolm Gladwell selalu mengasyikkan. Dengan dukungan data hasil riset dan wawancara, khas jurnalis senior dari The New Yorker, tulisannnya menjadi renyah dan enak dibaca sambil ngopi.

Satu hal yang kurang saya suka pada edisi terjemahan dari Gramedia (cetakan ketujuh 2018) ini adalah pada warna sampul buku warna hijau. Saya cenderung lebih suka sampul warnah putih bersih, seperti buku-buku Malcom Glladwell pada umumnya.

Tengoklah dalam diri kita, apa saja kelemahan kita. Jangan-jangan, di situlah letak kekuatan kita.

Review buku oleh Hartono, pengasuh Rumah Baca.

0 Responses to “David and Goliath”



  1. Leave a Comment

Leave a comment




Data pengunjung

  • 365,023 Kunjungan

Resensi yang lain

Index

my pictures at flickr

Goodreads